SALAH SAMBUNG YANG NGGAK NYAMBUNG
"Hallo
Assalamu'alaikum,Yu? Yu, kamu di mana? Sudah ditunggu temen-temen di depan
rektorat UNILA!" terdengar suara laki-laki saat aku mengangkat telfon.
"Hah..? UNILA? Nih orang salah sambung kali ya!" aku bergumam.
Mengerti bahwa telfon ini pasti salah sambung, maka aku tak mau melanjutkannya
lagi. Segera ku tutup telfon itu.
Selang beberapa jam handphoneku kembali berdering. Tetapi
ini hanyalah sebuah pesan singkat saja dan dengan nomor yang berbeda.
"Diberitahukan kepada
IKAM LAM-TIM agar dapat berkumpul pagi ini di..." aku membaca pesan
singkat itu dengan sedikit mengeryitkan dahi. IKAM LAM-TIM? Lah , aku kan orang
Lampung Tengah, ada-ada saja! Penasaran dengan nomor tersebut, aku segera
membalas dan bertanya, " Afwan, dengan siapa ya?" tak lama kemudian
muncul balasan dari layar Hpku,
"Ini Ikhwan, Mba." Lagi-lagi ini sungguh membuatku bingung. Ikhwan?
Siapa? Aku tak menanggapinya lagi,
barangkali memang salah kirim.
****
Hujan malam ini cukup
menenangkan kegusaran jiwa yang terengah-engah akan cinta. Cukup menjadi
pembelajaran bagiku atas apa yg disebut cinta. Cinta itu luar biasa. Cinta
mengubah lara menjadi suka. Cinta mengubah lelah menjadi ikhlas. Cinta mengubah
sedih menjadi bahagia. Cinta juga bisa tumbuh dari sudut mana saja! Ini memang unik!
Namun, tak selamanya hal itu berlaku, terkadang ia merajuk dendam yang
berkepanjangan. Menorehkan sayatan luka yang mendalam, lalu teramat sulit untuk
mengeringkan luka sebab cinta. Aah..aku terlalu mellow!.
“Kriiiing…! Kriing..!”
lagi-lagi panggilan masuk dari nomor baru. Aku me-rejectnya. Baru saja meletakkan Handphone,
eh nelfon lagi nih nomor. “Hallo Assalamu’alaikum? Maaf dengan siapa ya?”
kataku. “Kak, leafletnya di taruh di mana ya? Ini saya mau ngambil.” jelas
penelfon itu. Ha? Leaflet? Wah..ini orang salah lagi nih.
Dua hari setelah nomor-nomor
asing menelfon dan mengirimkan pesan singkat. Alhamdulillah, untuk tiga hari
ini Handphoneku sedikit senyap tanpa
gangguan. Aku sempat berfikir, kenapa sampai sebanyak itu orang salah sambung? Aku
sedikti curiga, sebab kebanyakan dari mereka mengaku berasal dari Universitas
Lampung. Apa nomorku dengan nomornya eror? Ha nomornya? Nya siapa? Yap! Aku
sempat berfikir nomorku bermasalah dengan nomor kakak kelasku dulu di SMA.
Pernah menjadi partner di ROHIS saat aku duduk di bangku SMA.
Pagi hari saat hendak
mengeluarkan motor, tiba-tiba Hpku berdering
lagi. “Assalamu’alaikum, maaf dengan siapa ya?” tanyaku sopan, karena si
penelfon adalah seorang Ibu. Nomornya simpati.
“Nak, gimana ? Ini pesanan nasinya sudah
jadi.” jawab Ibu itu.
“Maaf ,Bu. Nasi apa ya? Dan
ini dengan Ibu siapa?” aku kembali bertanya lewat ponsel.
“ Ini Ibu kantin UNILA, la ini
siapa?”
“Owh maaf,Bu. Ibu salah
sambung. Ini saya Diah Ayu, anak Punggur.” aku mematikan telfonnya. “Tuuh kan?
Kok dari UNILA lagi sih?” pikirku keras.
Satu hari kemudian, “
Assalamu’alaikum, Wahyu di mana, Yu? Ini sudah ada surat-suratnya.” ucap
seorang laki-laki lewat ponselku.
“ Walaikumsalam, maaf ini bukan Wahyu.”
“Wahyunya kemana,Mbak? Tolong
panggilin ya, ini penting Mbak.”
“Mas, maaf saya nggak tau
Wahyu siapa? Ini Ayu bukan Wahyu. Salah nomor kali!”
“Loh, antum nggak satu rumah
sama Wahyu? Tapi ini saya nggak salah nomor kok, ini nomornya Wahyu.”
“Wuuue! Enak aja! Masak gue
dikira satu rumah!” gumamku sembari mematikan telfon tak jelas itu.
Aku yang dilanda penasaran
segera memeriksa handphoneku.
Barangkali aku salah setting.
“Iih, bener kok! Mungkin
nomornya Wahyu-Wahyu itu aja yang salah.”protesku.
Sekitar dua jam berlalu, aku mendapati ponselku
berdering lagi. Namun kali ini hanya sebuah pesan singkat saja.
“Assalamu’alaikum. Di, kenapa
sih nomor kita eror! Setiap ada yang nelfon atau SMS saya pasti masukya ke
nomor Diah. Tolong lain kali jangan diangkat, ini penting!” Kak Wahyu
mengirimkan sms tersebut.
“Owalah..jadi yang selama ini
salah sambung dan nyebut-nyebut nama Wahyu ,Wahyu tuh ternyata Wahyu kamu to,
Kak.! Lah saya mana tau kalo itu nomor temen-temen antum. Kemaren juga Ibu
kantin nelfon tuh.” kataku jutek.
“Besok Diah tolong ganti kartu
ya? Sungguh ini demi keamanan anak-anak UNILA. Apalagi minggu ini masih ada
agenda di BIROHMAH. Tolong banget ya? Soalnya nomor kakak yang ini udah paten,
Di.! Tolong!”
“Loh..ya ndak bisa gitu. Coba
cek di pengaturan penggilan. Mungkin antum salah pencet atau apa gitu? Nomor
saya juga udah paten, LDK sini juga minggu ini ada acara. Coba cek dulu!”
perintahku sedikit kesal.
“Sudah, Di. Tapi ndak ada yang
salah, ndak ada yang berubah! Yaudah kalo antum ndak mau ganti kartu, antum
yang bertanggung jawab kalo ada apa-apa sama anak UNILA ya?” balasnya dengan
egois. Semenjak itu aku berusaha mencari tahu sebab-akibat masalah ini. Dari
hasil survey ke beberapa teman, mereka mengatakan ini salah di pengaturan
panggilan. Bisa jadi aku atau pun Wahyu tak sengaja mengalihkan panggilan ke
nomorku atau ke nomornya. Tetapi kalau hanya kesalahan di pengaturan panggilan,
lantas kenapa SMS juga masuk ke nomorku? Aku tak akan menyerah! Aku kekeh
mempertahankan dan mencari tahu bahwa nomor dial ah yang bermasalah.
“Coba nanti tak tanyain ke
galleri 3, Yu.” Kak Suwanda menawarkan bantuannya.
“Oke,Kak. Nanti kasih tau ya
kabar selanjutnya!”
****
“Nomornya
Ayu ndak bermasalah kok. Itu mungkin nomornya Wahyu yang eror, atau dia dulu
pernah mengutak-atik di pengalihan panggilan terus lupa.” jelas Kak Suwanda.
Mendengar kabar tersebut hati
ini layaknya langit biru siang ini. Segera ku kabari berita ini ke Kak Wahyu. “Tadi
nomor saya sama Kak Suwanda udah ditanyain ke galeri. Alhamdulillah nomor saya
aman. Silakan antum gentian cek nomor antum ke galeri m3. Terima kasih.” aku
mengirimkan SMS tersebut.
“Kan
Kakak udah bilang, kakak nggak pernah ngutak-ngatik apa pun. Tolong banget ya
Diah. Usahakan antum ganti nomor.” balasnya dengan santainya.
“Antum
coba bawa dulu nomor antum ke galeri m3 terdekat. Di Balam kan ya? Nah, deket
tuh! Kita sama-sama benerin. Tadi saya kan udah, tapi nomor saya memang ndak
bermasalah. Antum tau ndak, Kak?”
“Tau
apa?”
“Kalo
antum ndak mau ngurus nomor antum, maka secara tidak langsung aku bisa tau
kegiatan-kegiatan antum bahkan privasi antum. La kenapa? Yak karena nggak hanya
telfon aja yang masuk, SMS pun demikian.” aku menjelaskan.
Hari demi hari, bahkan sudah
hampir setengah tahun nomor kita masih bermasalah. Entah sudah berapa kali
banyak telfon dan SMS masuk dari orang-orang yang dia kenal. Seandainya nomorku
ini baru, aku sungguh akan langsung menggantinya. Sayangnya nomorku sudah paten
semenjak aku duduk di kelas satu SMA. Guru, teman, saudara, sekolah, lembaga
dan semuanya selalu menghubungiku lewat nomor ini. Jikalau pun mau mengganti,
sungguh ini berat!
“Kriiing!”
“Assalamu’alaikum,
ini siapa?” tanyaku saat mengangkat telfon.
“Loh!
La Wahyunya mana?” tanya laki-laki tersebut.
“La ini siapa?” tanyaku
penasaran. “Ini Bapaknya Wahyu, Wahyunya kemana?” Sontak, telfon itu segera aku
akhiri. Ini gila! Aku takut Bapaknya berfikir yang tidak-tidak. Tanganku dengan
lihainya mengetik pesan untuk Kak Wahyu.
“Kak, tadi Bapak nelfon. Silakan dijelasin apa yang
terjadi dengan nomor kita biar nggak salah paham!” perintahku.
“Kaan? Astaghfirullah Diaaah…kenapa mesti diangkat sih?”
protes dia.
“Sebenarnya aku nggak mau ngangkat, Cuma kejadian-kejadian
kemarin ada juga nomor-nomor baru menelfon. Eh, ternyata dia temenku yang juga
nomornya baru.Jadi sulit kak untuk membedakan. Antum sih nggak mau ngurus,
tolong diurus kalo nggak mau begini!”
“Wah..wah wah…nyalahin?? Hebat!” balasnya.
“Ini orang nyebelin stadium empat! Asli dah!” batinku
mengabaikan SMSnya. Aku paham sekali karakternya. Dulu saat dia menjabat
sebagai Ketua OSIS di SMA, kami pernah dekat. Saat itu aku masih kelas X dan
dia kelas XII . Hingga akhirnya Allah menggiring kami ke jalan yang lebih baik.
Aku masuk ROHIS. Dia masuk LDK. Kami hijrah! Sama sekali setelah itu kita tidak
lagi dekat. Bahkan kami saling memblokir Facebook kita masing-masing. Untuk
apa? Kiat-kiat move on! Dulu nomor kita sama-sama 3, setelah banyak sekali
kegiatan di kampusnya, dia memutuskan ganti nomor m3. Apa jadinya? Jadinya
menjadi menyebalkan seperti sekarang. Aku tidak tahu harus bagaimana, sedang
nomorku sendiri tak bermasalah. Dalam benak sempat terselip rasa bersalah,
sebab aku secara tidak langsung tahu semua kegiatan dan aktivitasnya lewat
SMS-SMS yang masuk.
“Nomornya Bapak tolong disave! Lain kali kalo nomor itu menghubungi
jangan diangkat! Nih juga nomor dosen kakak, inget! Jangan pernah diangkat!”
perintahnya lewat SMS.
Tak lama
kemudian datang nomor baru menelfon. Aku cek nomornya. “Ah bukan nomor Bapaknya
atau Dosennya. Boleh jadi ini temenku!”
kataku sambil mengangkat telfon tersebut.
“Hallo..Assalamu’alaikum, Wahyu
gimana?” tanya si penelfon sedikit emosi. Aku hanya diam dan sejenak berfikir
apa yang harus ku katakan.
“Hallo Wahyu?” kata penelfon itu
lagi.
“Iyaa…Maaf ini bukan Wahyu, ini
temennya.”
“Ha? La Wahyu mana?” Ku rasa inilah
kesempatan yang pas untuk memberitahu ke teman-temannya.
“ Maaf sebelumnya saya ingin ngasih
tau, jadi gini,Mas. Nomor saya dan nomornya Kak Wahyu itu lagi bermasalah. Jadi
kalo ada yang SMS atau nelfon dia sering banget nyambungnya ke nomor saya. Saya
sudah berusaha mengurus di galeri, tapi nomor saya baik-baik aja. Pun saya
sudah berulangkali menyuruh yang punya nomor ini untuk mengurus juga di galeri.
Tapi sampai sekarang belum ada tanggapan apa-apa. Jujur saya merasa terganggu.
Mohon antum sebagai temannya untuk menasehati kembali. Syukron.”
Aku
terus menunggu akan kenormalan nomor kita. Sungguh, aku pun merasa terganggu.
Aku berharap semoga secepatnya diperbaiki. Ingat, sudah hampir satu tahun nih
nomor kita bermasalah. Capeek deh -_-.
Komentar
Posting Komentar