Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Tanpa judul

"Nak, maukah kau mendengarkan nasihatku??" tawarnya lembut. "Kelak jika sudah waktunya tiba. Waktu yang sempurna itu tiba, dan aku tak sempat menyaksikanmu dengannya bahagia. Maka sekarang kan kuberi tahu satu hal." "Apa itu, Bu?" "Aku perhatikan saat kau memilih segala sesuatu yang kau punya, sepele apa pun itu kau tetap saja memilih. Seperti misalnya jika kau hendak membeli sandal, beli sandal saja kau harus memilih apalagi masalah seorang yang akan menjadi pemimpinmu kelak." "Lalu?" "Perhatikan baik-baik. Suatu hari, jika ada seorang laki-laki mendatangimu dan hendak menghalalkanmu, maka lihatlah kepribadiannya terlebih dulu. Jangan sekali-kali memandang harta terlalu dalam. Ingat!" "Insyaa Allah...waktunya masih lama, Bu. Saya ingin sekali melanjutkan studi sampai strata dua di Yogya." "Tapi bukan berarti itu lebih dari 5 tahunkan?" "Maksudnya,Bu?" "Seperti yang kau target

Haruskah Aku Bercadar??

HARUSKAH AKU BERCADAR??? Oleh Diah Ayu Hidayah Kalian yang mundur dari barisan ini…                                               Maafku penuh untukmu Jika sebab aku, kau putuskan berhenti menapak lagi Aku berusaha menjaga kerlingan mataku Aku bahkan menghapus galeriku Haruskah aku bercadar?? Aku tak kan pernah bisa menjadi sosok mereka Aku dengan segala adanya diriku Putih sangat niatku Tak bermaksud menyebarkan virus merah jambu Haruskah aku bercadar?? Kau boleh suka denganku Kau pun boleh jatuh cinta padaku Wahai kau peniti aksara juga angka Bukankah cinta dan mencintai itu wajar? Haruskah aku bercadar?? Agar kau kembali meniti di sini Agar tabayyun tak menjadi makanan lagi Agar aku dengan bebasnya berexspresi di setiap liniku Haruskah aku bercadar?? Jika semburat senyumku menganggu Jika   lembar wajahku mengiang di detik waktu Haruskah aku bercadar?? Jika alasan menjaga hati kau ikrarkan hanya untuk keluar dari forum in

Allah, ajarkan aku mencintai yg lain !

Maukah kau ku beritahu tentang sesuatu?? Sesuatu yang menurutku mengobak-abik pikiran. Sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Pun, sesuatu yang harusnya dikerjakan. Ini tentang sebuah rumah di kampusku yang aku sendiri tidak terlalu aktif di dalamnya. Tentang sebuah rumah yang kasarnya bisa disebut rumah ke- tiga setelah rumah pertama dan ke-dua. Tentang bukan lagi member   yang saling peduli, tapi langsung ke pemimpinnya. Pemimpin yang baru aku sadari kepeduliannya sekarang. Bahkan semenjak Orientasi , kedatanganku menghadiri agenda-agenda bisa saja ku hitung dengan sepuluh jari. Kau tahu? Bahkan sepuluh jari itu pun masih tersisa luas sekali. Ini tentang rasa malas yang bertamu di jiwa-jiwa muda sepertiku. Aku malas! Ya! Sangat malas mengikuti semua agendanya! “Kakaknya cuek, nggak ramah, sekretnya selalu ramai dengan laki-laki, deesbe!” itulah alasan-alasan yang seringkali terlontar saat beberapa teman mengajak belajar di rumah ke-3 lagi. Berbeda dengan rumah ke-2 d