Maukah kau ku beritahu tentang
sesuatu??
Sesuatu yang
menurutku mengobak-abik pikiran. Sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Pun,
sesuatu yang harusnya dikerjakan. Ini tentang sebuah rumah di kampusku yang aku
sendiri tidak terlalu aktif di dalamnya. Tentang sebuah rumah yang kasarnya
bisa disebut rumah ke- tiga setelah rumah pertama dan ke-dua. Tentang bukan
lagi member yang saling peduli, tapi langsung ke
pemimpinnya. Pemimpin yang baru aku sadari kepeduliannya sekarang.
Bahkan
semenjak Orientasi , kedatanganku menghadiri agenda-agenda bisa saja ku hitung
dengan sepuluh jari. Kau tahu? Bahkan sepuluh jari itu pun masih tersisa luas
sekali. Ini tentang rasa malas yang bertamu di jiwa-jiwa muda sepertiku. Aku
malas! Ya! Sangat malas mengikuti semua agendanya! “Kakaknya cuek, nggak ramah,
sekretnya selalu ramai dengan laki-laki, deesbe!” itulah alasan-alasan yang
seringkali terlontar saat beberapa teman mengajak belajar di rumah ke-3 lagi.
Berbeda dengan rumah ke-2 dan pertamaku. Seabrek kegiatan pun aku sanggup
mengikutinya. Pulang sore, capek, mondar-mandir, bikin ini! Bikin itu! Agenda
ini! Agenda itu! Hayyuuk..! Aku siap dan aku semangat!
“Apa
aku keluar saja ya dari sini ? Apa yang bisa kuberikan untuk rumahku ini? Aku
mungkin bisa disebut sebagai tamu bukan keluarga. Fokus di rumah pertama dan
ke-dua saja! Ingat! IP tidak boleh menurun hanya gara-gara tidak bisa memanage waktu dengan baik. Pertahankan
mimpi dan beasiswa!” aku terus bertanya dengan temanku yang tak
terlihat(pikiran).
Namun, aku
masih punya mimpi menjuarai “Debate Competition” di Lampung. Lalu? Dari mana bekalku kalau bukan dari
rumah ini? Di tempat bimbel? Ku pikir tidak terlalu intensif!. Aku berfikir
kembali, syarat menjadi seorang juara itu harus terus berlatih. Tanpa mengenal
letih! Wahai diri? Hey! Lihat! Kamu baru saja ikut latihan hanya dua kali sejak
di kampus. Bagaimana bisa mimpimu itu terwujud? Hahaha lucu kamu wahai diri!
Pikiran dan hati mendadak perang dingin, akhirnya perang batin deh! What’s? haha.
****
(Ketemu Ketumnya)
“Diah? Besok ikut ya agendanya?”
“Insyaa Allah,Kak. Lagi
diusahakan,hehe!” jawabku singkat. Setelah tau agenda yang akan diadakan
menarik. Aku mulai menabung dan sungguh-sungguh ingin ikut.
****
“Dek…acaranya diundur minggu
besok. Kasih tau temen-temen yang lain ya?” Kak Er menyampaikan info lewat SMS.
(Dua minggu berlalu)
“Assalamu’alaukum..Diah? Acara di
(….) tanggal 15 juga ya?”
“Iya kak, la gimana?”
Dari dulu
setiap ingin mengikuti agenda dari rumah ini pasti berhalangan hadir.
Lagi-lagi, meski aku sudah mengazzamkan diri ini untuk sungguh-sungguh ikut,
tetapi jika rumah pertama dan ke dua mengadakan agenda di hari yang sama, aku
selalu merelakan agenda di rumah ke tiga yang boleh jadi sama-sama pentingnya.
Entahlah…CINTA itu belum sepenuhnya tumbuh dengan baik di sini. Sedangkan sebab
CINTA itulah seseorang rela melakukan apa saja. Sebab CINTA itulah harta dan
jiwa kita seolah-olah tiada berarti. Sebab CINTA itulah kita rela berkorban
kapan pun dan dimana pun . Aku bertanya pada diri. “Apakah kau sudah mencintai
rumah ke tigamu? Lalu bagaimana loyalitas itu akan tumbuh jika tanpa CINTA yang
kau miliki?? Bagaimana bisa kau berkontribusi dengan jiwa yang ikhklas?” Aku
menangis. Sungguh aku menangis terisak sayup.
#BeContinue ya J
Saya suka tulisannya.
BalasHapusHuhu..masih amatiran,Kak. Sama2 belajar
BalasHapusrumah yg ke-3 itu ukm ya? js-ec kah?
BalasHapuswow.. keren.. impian tuk jdi juaranya..tuk jdi juara memang g mudah.. butuh latian n bnyk baca refernsi jga sih.. oh ia.. ngomong2 udh punya partner debate blum kak?
BalasHapussipp sipp
Hapus