TERINSPIRASI
DARI KISAH NYATA
*MAS
GAGAH DAN BIDADARI TUA*
Oleh Diah Ayu Hidayah
Sore itu angin bertiup
sempoyongan. Ia melambai bersama hujan yang amat deras di desa Damai. Di sudut
lapangan sepak bola nampak rumah kecil yang masih berdinding bambu. Pintu dan
jendelanya hanya dari bongkahan kayu, itu pun sudah sangat rapuh. Pintu dan
jendela mereka akan menjerit ketika angin bertiup sedikit saja. Wajar saja,
karena pemiliknya pun sudah tua. Mbok Karmi namanya. Ia tinggal bersama seorang
cucu laki-laki yang diberi nama Rohman. Simbok menghabiskan sisa-sisa umurnya
untuk mengurus cucu semata wayangnya itu. Sejak Rohman berumur 7 tahun orang
tuanya pergi menghadap Tuhan lewat sebuah kecelakaan tragis di jalan Kedondong.
“Cu…? Belum makan ya,Le?” tanya Mbok Karmi mendekati Rohman.
“Belum,Mbok. Nasinya
habis.” jawab Rohman sembari menganyam bambu untuk dibuat keranjang.
Simbok dengan langkah
terkapah-kapah menuju dapur. Tangannya sangat tua, kulitnya lemir dan nampak
sedikit bergetar ketika memegang sesuatu. Simbok mempersiapkan sekulak beras
untuk ia masak di magicom. Dengan langkah sangat berhati-hati, Simbok berjalan
menuju sebuah meja. Ia mulai memasukkan beras tersebut ke dalam magicom.
***20
menit berlalu.
“Cu..! Kok nasinya gak
mateng-mateng ya? Apa magicomnya rusak?” tanya Simbok sambil menggerayangi
magicom tuanya itu. Matanya memang sudah tak bisa lagi melihat dengan jelas. Sayangnya,
Simbok tak pernah memakai kacamata untuk membantu penglihatannya. Ia lebih
mengutamakan untuk membeli makanan sehari-hari.
“Rusak kayaknya, Mbok.”
Jawab cucu yang masih sibuk menganyam bambu.
“Yaudah, Simbok tak
beli nasi bungkus di luar ya!” dengan tubuh renta, penglihatan yang sudah tidak
jelas, pendengaran yang semakin berkurang, Simbok kekeh untuk mencarikan nasi
bungkus untuk cucunya yang belum makan. Ia tak tega menyuruh Rohman yang masih
sibuk menganyam bambu untuk dijual esok pagi. Rohman sendiri masih berumur sepuluh tahun.
Melihat Simbok yang
sudah pergi, Rohman penasaran untuk mengecek kembali magicomnya. Rohman
tercengang kaget, “ Astaghfirullah, Mbok! Kabelnya belum dicolokin, ternyata
bukan rusak..”kata Rohman berlari mengejar Simbok yang sudah terlampau jauh.
Akhirnya Rohman membiarkan Simbok mencari nasi bungkus tersebut. Ia pun kembali
melanjutkan pekerjaannya.
****
Adzan Magrib
berkumandang di setiap penjuru. Malam pekat mulai bertamu. Hujan datang mengahampiri
desa Damai. Listrik pun padam seketika.
Luar biasa malam itu! Rohman yang hendak sholat sangat cemas dengan Simboknya.
Ia menanti kepulangan Simbok di depan pintu Rumah. Masih bersama hujan, ia
berdo’a..
“Ya Allah, Simbok
adalah satu-satunya malaikatku di dunia ini. Dia yang demi aku pergi mencari
nasi bunngkus. Dia yang demi aku tak membeli obat saat ia jatuh sakit. Dia yang
demi aku melawan gerimis sore tadi. Maka, Engkaulah sebaik-baik Penolong kami.
Mohon lindungilah Simbok, Ya Allah…” butiran air mata mengalir di pipi bocah
kecil itu. Ia menatap langit yang mulai gelap laju bergegas sholat.
****
“Pakde..Pakde..!”
Rohman memanggil Tetangganya yang hendak pulang dari Masjid.
“Kenapa, Le?” Jawab Pakde Rus.
“Bantu Rohman, Pakde!
Simbok ilang sejak tadi sore, Pakde..hiks..! hiiks!” Rohman meminta bantuan sambil
menangis kecil. Kakinya gelisah kesana kemari. Matanya tak mampu menatap. Ia
benar-benar bingung dan merasa bersalah.
“Simbok sore tadi pergi
cari nasi bungkus untuk Rohman. Tapi Rohman lupa kalau Simbok ternyata udah
pikun. Rohman biarin Simbok pergi sendirian, Pakde. Pakde, Rohman takut Simbok
ilang. Ayooo Pakde, bantuin Rohman..hikks..hiiks!” dengan menangis Rohman
berusaha menjelaskan. Simbok memang sudah pikun sejak lama. Maklum, umurnya
saja sudah 80-an.
****3
Jam berlalu
Sejauh 2 kilometer dari
rumah Rohman. Di jalanan yang basah karena hujan. Gelap, gerimis, sepi dari
orang-orang. Simbok berjalan kebingungan. Ia bertanya dan meminta tolong kepada
setiap orang yang lewat. “Mas..Mas..! Nyuwun
Sewu..!” kata Simbok kepada seorang laki-laki yang berdagang di emperan
pasar. “Kenapa,Mbah??” tanya laki-laki brewok itu. “Tolong antarkan Mbah
pulang. Mbah takut pulang sendiri, udah malam, Cucu Mbah belum makan,Mas..”
kata Simbok memelas. Sesekali ia seka keringat yang menetes deras di dahinya. “Rumahnya
mana,Mbah?” tanya laki-laki itu. “Mbah lupa rumahnya sebelah mana. Mbah lupa
nama dan jalannya..” pernyataan Simbok benar-benar membuat setiap orang yang
hendak menolong bingung. Simbok sendiri sudah lupa nama desa dan arah rumahnya.
Akhirnya Simbok terus melaju dengan kaki renta yang tak beralaskan kaki. Simbok
berusaha mencari bantuan lain.
Hari semakin malam.
Jalanan mulai sepi oleh kendaraan. Jarum jam pun mengarah ke angka 10. Itu
artinya pergantian hari tinggal dua jam lagi. Sementara Rohman dan Pakde Rus
masih berkeliling mencari keberadaan Simbok.
Simbok masih berjalan.
Terus berjalan tanpa tahu arah pulang. Di tangan rapuhnya nampak masih
tercantol nasi bungkus yang dibelinya untuk Sang Cucu. Hanya satu nasi bungkus
yang Simbok beli. Tak memperhatikan gerimis, tak memperhatikan gelap, Simbok
terus berusaha mencari bantuan. Kali ini Simbok sedikit nekad. Ia berdiri di
pinggiran jalan raya sambil melambai-lambaikan kedua tangannya setiap ada
kendaraan yang melintas. Beberapa kendaraan melintas, namun tak menghiraukan
lambaian seorang bidadari tua. Bidadari tua yang rela melakukan segalanya untuk
cucunya.
Tiba-tiba datang sebah
mobil Honda Jazz putih. Ia minggir ke arah kiri menghampiri Simbok.
“Mbah…? Kenapa,Mbah?” tanya pemuda gagah dan berjanggut tipis
itu.
“Mbah pengen pulang, Le..”
jawab Simbok singkat. Matanya berkunang-kunang. Simbok terlihat sangat lelah
dengan perjalanan hari ini. Volume suara Simbok pun semakin kecil. Pemuda gagah
tersebut bergegas turun menuntun Simbok ke mobil mewahnya. “Masuk dulu ke
mobil,Mbah. Hujannya makin deres..” kata pemuda gagah itu. Ia bersama Simbok
pergi ke sebuah rumah makan Padang dekat Pasar Tradisional. Selama perjalanan
Sibok terus bertanya, “ Mau dibawa kemana Mbah,Le? Cucu Mbah belum makan, Mbah pengen pulang..”rintihnya memelas. “Kita
makan dulu ya,Mbah. Nanti Fatih antarkan pulang..”jawab Fatih, Pemuda gagah,
berwajah bening ,berjenggot tipis dan sempurna dengan kacamata yang menempel di
wajah shalihnya.
Fatih memesankan makan
untuknya dan untuk Simbok. Ayam bakar dan es buah, itulah yang tersaji di meja
makan. “Le, Mbah gak kuat makan ayam.
Keras..” keluh Simbok. “Hehe masak,Mbah? Ini beda Mbah, Fatih pesankan khusus
untuk Mbah. Ayam bakar presto hehe. Coba deh Mbah, hum empuk nih Mbaah.
Aaa..a..’” Fatih menyuapi Simbok. Namun Simbok tak mau mencoba. “Mbah..pengen
pulang, cucu Mbah belum makan. Ini Mbah udah beli nasi ungkus tadi sore..” kata
Simbok menunduk ke arah nasi bungkus yang ia dekap di tangannya. Fatih berusaha
melihat isi nasi bungkus tersebut.
“Subhanallah,Mbah..udah
bau Mbah sayurnya..” kata Fatih.
“Udah bau ya, Le..? Ya Allah cucuku makan apa Ya Allah…hiiks..hiiks!”
Simbok bertanya tak percaya, ia menangis tersedu memikirkan cucunya yang belum
makan.
“Fatih belikan lagi
ya.!!” Sahut Fatih sambil membuang nasi
bungkus isi sayur daun singkong yang terlanjur basi.
****
Menuju perjalanan
mengantarkan Simbok, Fatih mendadak berhenti di tengah jalan. Dua orang
laki-laki menghadang mobil mewahnya. Fatih gugup bercucuran keringat. Ia sadar
hari sudah pukul 12 malam. Hanya mobil mewahnya yang saat itu melintasi jalan
raya. Fatih meilhat ke belakang, Simbok sudah tertidur. Matanya bergerilya ke
sudut-sudut pasar barangkali ada masyarakat.
“Pak..!
Pak..! Buka pintu mobilnya,Pak!”terdengar suara dua orang laki-laki itu dari
dalam mobil. Mereka mengetuk kaca mobil. Jantung Fatih berdebar tak karuan. Ia
takut ini sebuah tindak kejahatan.
Dengan Bismillah ia membuka kaca mobilnya. “Maaf
Pak, ada apa ya?” tanya Fatih gugup.
“Pak,
boleh kami minta tolong?” tanya salah satu laki-laki misterius tersebut.
“Minta
tolong apa, Pak?”
“Pak
kami putus asa mencari sesorang. Kami kehilangan jejak. Kami ingin pulang, tapi
tidak ada satu pun kendaraan yang mau kami tebengi, Pak. Tolonglah kami, Pak.!”
Fatih sedikit mengeryitkan dahi. “Ada apa hari ini?
Kenapa ada dua orang yang bernasib sama?” gumamnya.
“Masuklah
ke mobil Saya, Pak..!” perintah Fatih.
Kedua lelaki misterius itu membuka pintu mobilnya.
Saat hendak masuk, salah satu lelaki misterius itu berteriak haru,
“Masyaa Allah..Simboook.! Simbook.., ini
Rohman,Mbok.! Pakde ini Simbok Pakde.!” teriak Rohman kegirangan. Tangannya
menggoyang-goyangkan tubuh renta Simbok agar Simbok bangun dan melihatnya.
Fatih hanya menonton kebingunan dengan skenario ini.
“Kok tubuh Simbokmu kaku,Man?” kata Pakde
sedikit khawatir.
“Pakde, Simbok kenapa ya , Pakde?” tanya
Rohman ketakutan.
“Coba saya cek, Pak!”
Fatih menawarkan bantuan.
“Pak?? Kau seorang
dokter??” tanya Pakde menatap Fatih yang sedang mengeluarkan beberapa peralatan
medis. Fatih hanya tersenyum, fokus memeriksa Simbok. Fatih memposisikan
stetoskop ke arah diafragma di bagian kiri atas dada di antara rusuk ke-4 dan
ke-6. Ia menahan stetoskop di antara jari telunjuk dan jari tengah, Fatih juga
memberikan sedikit tekanan sehingga ia tidak mendengar bunyi gesekan jari-jarinya.
Suasana seketika hening. Hujan berhenti menetes. Malam pun terus berkabut
dingin.
Komentar
Posting Komentar