Langsung ke konten utama

Nikmat dan hikmahnya diputusin!!









Selamanya Cinta
Oleh Anna Humaira Aliawati


Lagi-lagi aku bertemu dia. Inilah yang paling kubenci. Aku benci tatapan sinis yang seolah ingin menerkamku. Aku selalu berpikir keras, seberat apa kesalahan yang telah kuperbuat padanya. Dan lagi-lagi, tak juga aku temukan jawaban itu.
“Rey, duduk sebelah sana yuk?” suara Dania membuat ku sedikit terkejut.
“Mm... Eh... Aduh... Tiba-tiba perutku mules, Dan. Kamu pesan duluan aja." aku langsung berbalik arah, buru-buru meninggalkan Dania yang tengah sibuk mencari tempat yang nyaman.
“Loh, Rey? Katanya kamu lapar, kok...” belum selesai Dania melanjutkan kalimatnya.
“Nanti aku nyusul.” aku semakin mempercepat langkahku tanpa menoleh sedikit pun ke arah Dania.
Dania berbalik, berjalan menuju bangku panjang di pojok kantin.
“Mbak, bakso satu, es teh satu.” Dania mulai memesan makan siangnya. Ia melepaskan pandangan ke sekeliling kantin. Sejurus kemudian, matanya beradu pandang dengan seorang gadis yang ternyata sedari tadi memperhatikannya. Tatapan sinis, persis sama dengan tatapan yang membuatku kabur meninggalkan kantin. Pantas saja si Rey tiba-tiba sakit perut, ternyata di sini ada Kak Vina dan Kak Dini. Dania mendesah kesal. Ia paham betul apa yang sedang terjadi.
Ya, namanya Silvina Putri. Dia kakak tingkatku di SMA ini. Aku duduk di kelas X.2 sedangkan dia duduk di kelas XI.IPA 1. Sudah tiga bulan, tapi kejadian itu masih terekam jelas di memoriku. Kejadian memalukan yang membuatku dimusuhi tidak hanya oleh Kak Vina, tapi juga Kak Dini, sahabatnya.
Siang itu, tiba-tiba Kak Vina menghampiri dan memakiku habis-habisan. Dia membenciku karena kedekatanku dengan sahabatnya, Kak Firman, si Ketua OSIS yang populer itu. Katanya, aku menjadi penyebab renggangnya hubungan persahabatan mereka. Aku akui, beberapa bulan terakhir ini memang aku sangat dekat dengan Kak Firman. Kedekatan kami berawal saat kami menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba Pramuka tingkat Kota. Aku menjadi peserta pidato bahasa Inggris sedangkan Kak Firman menjadi peserta lomba LCT bersama Kak Vina dan Kak Doni.
Sejak itu kami akrab. Kami sering bersama, hampir di setiap acara sekolah. Saat latihan pekanan Pramuka, Kak Firman lah pelatihnya. Saat rapat majalah sekolah, Kak Firman pun ada di sana. Tidak jarang Kak Firman menraktirku makan atau sekedar mampir ke rumah, karena rute rumahnya memang melewati rumahku. Setiap malam pun kami mengobrol melalui pesan singkat, meski hanya bertukar cerita tentang kekonyolan yang masing-masing kami alami siang tadi. Begitulah, sosok Kak Firman menjadi sosok yang istimewa di mataku, bahkan di hatiku.
***

Hari berganti, masa SMA kulewati dengan berbagai prestasi. Begitu juga Kak Firman. Dialah yang selalu memotivasiku untuk terus berprestasi.
Dan hari ini, tepat delapan bulan berselang sejak terakhir aku bertemu dengannya di perayaan kelulusan sekolah. Kak Firman telah menjadi seorang mahasiswa fakultas Ekonomika dan Bisnis di pulau seberang. Kami hanya bertukar kabar lewat pesan singkat atau sosial media, tapi itu pun jarang. Sepertinya, Kak Firman sangat sibuk dengan aktivitas barunya sebagai seorang mahasiswa. Aku sangat maklum, karena di sekolah dulu Kak Firman salah satu aktivis yang paling aktif. Itulah mengapa aku sangat mengaguminya. Dialah bintangku. Bintang terang yang selalu bersinar.
Seingatku, baru kali ini Pak Pos datang ke rumah mengantarkan paket. Setelah aku amati, ternyata itu adalah sebuah bingkisan yang terbungkus kertas merah muda. Jelas tertulis di sana ‘From Firman to Raya’. Hatiku berdebar ketika menerima bingkisan itu. Tak sabar rasanya ingin segera mengetahui apa yang Kak Firman kirim untukku. Aku pun membukanya, sebuah buku yang juga berwarna merah muda, cantik.
Aku baca judul buku itu ‘Udah Putusin Aja!’ karya Felix Y. Siauw. Bagai tersambar petir di siang bolong. Apa maksud Kak Firman mengirim buku dengan judul seperti ini? Apa Kak Firman ingin melupakanku? Atau Kak Firman sudah menemukan seseorang yang lebih cerdas dan dewasa daripada aku? Aku tahu persis tipe wanita idaman Kak Firman. Cerdas dan dewasa, seperti yang pernah ia ceritakan padaku.
Jangan kan untuk membaca isinya, membaca judulnya pun aku merasa lemas. Aku hanya diam. Air mataku perlahan mulai menetes. Lama, aku terlarut dalam tangisku. Aku mencoba menguatkan hati membuka buku itu. Rupanya sepucuk surat yang juga berwarna merah muda terselip disana. Aku segera menarik nafas dalam-dalam, ku hembuskan perlahan. Surat itu mulai kubaca.

Untuk Raya yang selalu ceria

Assalamu’alaikum warahmatullah.
Semoga Raya selalu dalam keberkahan Allah.

Raya, beberapa tahun ini persahabatan kita sangat dekat. Aku ingin mengucapkan terimaksih atas semua kebaikan mu. Aku sangat menghargai itu. Aku juga ingin meminta maaf jika selama kita bersahabat ada sikap dan kata yang menyakiti hati.

Mungkin lewat buku ini semuanya akan terjawab. Aku tidak bisa menjelaskan apa-apa, karena semuanya sudah tertulis di buku ini. Semoga setelah membaca buku ini, Raya dapat memahami sikapku ini.

Yakinlah bahwa semua yang dimulai dari keyakinan yang benar akan berakhir pada kenyataan yang indah. Sekali lagi, terimakasih atas semua kebaikanmu. Dan, maaf atas segala kesalahanku.
Wassalamu’alaikum warahmatullah.

-Firman-

Aku tidak sanggup membendungnya, air mataku tumpah. Tiba-tiba pandanganku samar. Gelap.
***

Tiga bulan berlalu, kenyataan ini masih sulit aku terima. Telah kucoba berbagai cara agar aku tak terlalu larut dalam kesedihan. Aku sibukkan diri dengan berbagai macam aktivitas. Ah... tetap saja aku tak bisa berpaling dari sosok istimewa itu. Meski rasa sakit hati ini terlalu dalam, tapi Kak Firman masih sama di hatiku. Dialah bintangku.

Kulihat sejuta bintang
Tersenyum pada katak yang bernyanyi,
pada titik-titik air yang berlarian
Pada air yang mengalir lembut
Pada ikan yang girang.
Sejuta bintang menatapku
Oh…, tidak, bukan sejuta
satu milyar, tidak, lebih
Satu trilyun, tidak, lebih
Kini langit dipenuhi bintang
Oh…, tidak
Kini aku kehilangan sejuta bintangku

Move on Rey! Kamu bisa! Inilah kalimat yang selalu aku dengar dari mulut Dania. Meski aku hampir bosan mendengar kata-katanya itu, setidaknya gaya konyol Dania ketika mengucapkannya dapat membuatku tersenyum. Gaya yang sangat kuhafal. Ia pasti mengepalkan kedua tangannya lalu mengangkatnya setinggi-tingginya, persis penggemar fanatik bola yang sedang mendukung tim kesayangannya.
***

“Ma... Mama... Mama di mana, Ma?” Teriakku sambil setengah berlari memasuki rumah.  Aku sudah tak sabar menyampaikan berita bahagia yang kunantikan sejak sebulan lalu.
“Mama di sini, Sayang.” jawab Mama dari dalam dapur.
Aku segera berlari menuju dapur kemudian memeluk mama erat-erat.
“Raya, lepaskan. Mama nggak bisa nafas, lepaskan.” Mama segera menghela nafas setelah aku melepaskan pelukanku. Aku melompat-lompat kegirangan. Tanganku menggenggam koran hari ini yang baru saja aku beli di agen koran ujung jalan.
“Ada apa? Sepertinya cuaca sedang tidak menentu ya? Sebentar hujan sebentar panas, sebentar cemberut sebentar bahagia.” mama tersenyum meledekku.
“Senang, senang, senang. Pokoknya Raya lagi happy banget, Ma. Coba tebak, Ma. Apa yang membuat Raya senang?” Aku balik menggoda mama.
Belum sempat mama berkata-kata. Aku segera menyambar tangan mama dan melompat-lompat, berputar kegirangan.
“Raya diterima di Fakultas Kedokteran UGM, Ma. Impian Raya terwujud.” Aku mendekap mama. Kami larut dalam haru.
“Sebentar lagi kita akan bertemu, Kak. Tunggu aku di sana.” ucapku lirih. aku berjalan menuju kamar dengan mata berbinar.
Selangkah lagi impianku terwujud, impian untuk menggapai bintangku. Dia cintaku, selamanya akan tetap begitu. Selamanya cinta.
***

Lagi, aku memastikan penampilanku di depan cermin kamar kosku. Aku amati dengan teliti wajahku, kemeja putih dan rok hitam yang aku kenakan. Aku ingin menciptakan kesan baik di hari pertamaku. Ya, ini hari pertamaku OSPEK. Kakak-kakak panitia menyebutnya dengan istilah PPSMB ‘Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru’. Kemarin Kak Aan menjelaskan panjang lebar saat technical meeting di lantai dasar gedung Auditorium 2. Ruangan yang didesain kedap suara itu seperti sebuah ruang pertunjukan, semakin ke belakang lantai semakin meninggi, luas dan nyaman.
Ku langkahkan kakiku menyusuri gang-gang sempit Sendowo menuju kampus. Kampusku berjarak sekitar 500 meter dari kosku di daerah Sendowo blok F, hanya lima menit jika ditempuh dengan berjalan kaki. Kampusku, fakultas kedokteran, di sebelah Barat berseberangan dengan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. Sardjito dan masjid Mardliyah. Sebelah selatannya berseberangan dengan kampus Fakultas Kedokteran Gigi yang di dalamnya terdapat Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo. Sementara sebelah Timur bersebelahan dengan Fakultas Farmasi. Sedangkan di sebelah utara berseberangan dengan fakultas MIPA dan hutan biologi. Selain itu kampusku juga berdekatan dengan Laboratorium Paleoantropologi dan Bioantropologi. Laboratorium ini merupakan tempat studi manusia purba dan juga bioantropologi.
Meski sudah beberapa kali aku melangkahkan kaki di halaman fakultas kedokteran, tetap saja aku merasa deg-degan. Tempat ini begitu menawan, sangat luar biasa bagiku. Gedung-gedung kuliah bertingkat berdiri megah, dilengkapi fasilitas lift di dalamnya, membuat mahasiswa dan dosen tidak perlu membuang energi terlalu banyak untuk menuju ruangan. Kantin-kantin terlihat bersih dan nyaman, membuat orang membayangkan lezatnya makanan yang disajikan. Satu lagi, tempat parkir luas itu dipenuhi puluhan mobil. Dan tentu saja mahasiswa yang terlihat cerdas dan cool, melihat mereka terkadang membuatku terbersit rasa kurang percaya diri. Ah...
Baru saja aku memasuki gerbang kampus, tampak tiga sosok gadis manis yang terlihat anggun dibalut kerudung warna biru muda. Kerudung yang mereka kenakan berwarna senada.
“Assalamu’alaikum, ini dik Raya kan ya?” salah saeorang gadis anggun itu mengembangkan senyum yang ramah ke arahku.
Namanya Kak Lani, rupanya ia masih mengingat namaku. Pekan lalu kami bertemu di Graha Sabha Pramana saat pengambilan jas almamater.
“Iya, Kak.” Aku berusaha membalas senyumnya dengan ramah. Meski ekspresi terkejut tak dapat ku sembunyikan dengan baik.
Kak Lani mengulurkan tangannya, aku menyambutnya, ia menjabat erat tanganku dan memelukku kemudian menyentuhkan pipinya ke pipi kanan-kiri ku secara bergantian. Aku merasa canggung dengan gaya bersalaman ini. Tapi aku dapat merasakan nuansa keakraban dan kekeluargaan, hangat sekali.
“Ini.” Kak Lani menyerahkan sebuah kertas biru muda berhias pita berwarna senada.
“Datang ya. Penyambutan mahasiswi baru, acaranya hari Minggu jam sembilan, Dik”
“Eh.. iya, Kak.” Aku tersihir oleh kelembutan dan keramahan gadis berkerudung lebar yang ada di hadapanku.
Sambil berjalan kuteliti kertas biru pemberian Kak Lani. Undangan yang cantik. Aku tersenyum. Pasti aku akan datang.
***

Ku amati dari kejauhan spanduk merah muda berlatar bunga khas Jepang. Aku baca tulisan di spanduk itu SAKURA ‘SAmbut KelUarga baRu KaLAM’. Cocok sekali, acara yang diadakan di Taman Medika itu memang hanya diperuntukkan bagi mahasiswi baru seperti diriku. Aku semakin antusias untuk mengikuti acaranya.
“Assalamu’alaikum, Kak.” aku memberanikan diri menyapa salah seorang Kakak panitia.
“Eh, Wa’alaikumsalam.” kakak itu tersenyum dan menjabat erat tanganku dengan gaya khas bersalaman mereka. Aku sudah mulai agak terbiasa.
Tapi, mendadak rasa percaya diriku hilang. Aku lihat semua kakak-kakak panitia mengenakan gamis atau rok panjang dipadu dengan kerudung lebarnya. Mereka terlihat kompak dalam dresscode. Sangat anggun. Sedangkan, aku mengenakan celana jeans biru ketat yang aku padukan dengan kemeja biru dan kerudung putih. Ini lah satu-satunya kerudung yang aku punya.
“Silakan isi daftar hadir dulu ya.” kakak itu menyodorkan selembar kertas yang masih kosong. Aku peserta yang datang pertama kali rupanya. Ku tulis nama lengkap, prodi, SMA asal, alamat kos, dan nomor HP.
“Raya Rasyida, dari Lampung ya? Saya juga dari Lampung, Dik. Dari Smanda Balam.” namanya Kak Mega. Tertulis jelas di name tag yang tersemat di dadanya.
“Aku dari Metro Kak. Salam kenal.”
Kami larut dalam obrolan panjang, sesekali obrolan kami terselingi karena Kak Mega menyapa peserta lain yang baru datang. Setidaknya keramahan Kak Mega membuatku melupakan rasa tidak percaya diriku untuk sejenak.
Satu per satu peserta berdatangan, tepat jam 09.00, acara akan segera dimulai. Peserta yang hadir 34 orang, sekitar 14 persen dari mahasiswi baru yang beragama Islam. Mungkin sebagian besar mahasiswi baru yang diundang tidak hadir karena masih merasa lelah setelah tiga hari menjalani masa OSPEK yang menguras tenaga dan pikiran.
Di depan sudah ada Kak Lani sebagai MC yang mulai membuka acara. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an dibacakan oleh Kak Rani secara tasmi’. Aku belum mengerti apa itu tasmi’. Nana yang duduk disebelahku pun tak mengerti apa artinya. Yang jelas, Kak Rani melantunkan ayat-ayat dengan suara yang indah tanpa memegang dan membaca mushaf. Setelah diselilingi yel-yel penyemangat, kini Kak Lani memperkenalkan pembicara yang ada di sampingnya. Namanya dokter Sari, beliau alumni KaLAM ‘Keluarga Muslim Cendekia Medika’ organisasi keislaman yang ada di FK UGM.
Saat yang kunantikan tiba, uraian materi dari dokter Sari. ‘Menjadi Muslimah Sukses’ dipilih dokter Sari sebagai judul materi motivasinya kali ini. Sejenak aku terhanyut dalam lamunanku. Aku terpaku dengan kecerdasan dan energi yang terpancar dari sosok dokter muda itu. Elegant. Cara penyampaian materinya pun sangat menarik. Energi semangat yang ditransfer sangat kuat, sehingga kami dapat menangkapnya dengan baik. Terbukti. Semua terlihat antusias saat membuat target-target empat tahun ke depan, seperti yang dokter Sari minta.
Sayang sekali, acara yang menarik ini sudah berakhir. Sebelum ditutup, dokter Sari membagikan door prise kepada dua orang peserta yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya. Aku menjadi salah seorang yang beruntung. Buku Best Seller ‘Super Health’ karangan Dokter Egha Zainur Ramadhani, yang juga alumni FK UGM, menjadi milikku. Luar biasa. Hari yang sangat menginspirasi.
***
Daya tarik mereka bagaikan candu. Sejak hari itu aku ketagihan mengikuti semua kegiatan yang mereka adakan. Mulai acara-acara yang menghadirkan pembicara terkenal seperti talk show kesehatan dan seminar, hingga acara-acara rutin seperti asistensi agama islam, kajian keislaman sekitar kampus, tahsin Al-Qur’an, dan latihan kepemimpinan berjenjang. Bahkan, aku juga pernah terlibat dalam kepanitiaan beberapa acara seperti Idul Adha dan Bakti Sosial. Tidak hanya itu, aku juga mulai aktif dalam Forum Lingkar Pena Yogyakarta. Kak Mega lah yang mengajakku bergabung. Rupanya kami memiliki hobi yang sama, menulis. Aku sangat menikmatinya, dunia baruku di kampus.
***
Sore ini, aku berjanji menemani Kak Mega menemui temannya di Masjid Kampus. Kami memasuki halaman masjid dari sisi utara. Halaman masjid kampus yang sangat luas ditanami puluhan pohon palem. Kami berjalan ke halaman timur masjid, ternyata teman Kak Mega sudah menunggu di sana, Kak Anita namanya. Kak Anita duduk bersama beberapa orang temannya di pinggiran kolam. Mereka terlihat asyik berfoto dengan latar pahatan indah bertuliskan lafadz Allah yang berdiri kokoh di tengah kolam, sedang dari kedua sisi kolam itu memancar gemericik air mancur. Berada di halaman masjid kampus saat sore hari memang terasa seperti berada di taman kota, sangat asri dan sejuk. Apalagi ketika angin yang berhembus sepoi-sepoi itu membawa butiran dingin air yang terpancar dari air mancur, segar sekali. Maka tak heran jika setiap sore masjid ini ramai dikunjungi orang-orang hanya untuk sekedar bersantai atau berfoto ria.
Beberapa saat kemudian, Kak Mega dan teman-temannya terlihat serius berdiskusi, membahas proposal PKM mereka. Sementara mereka asyik berdiskusi, aku juga asyik mengamati layar ponselku, berselancar di dunia maya. Sesekali aku memperhatikan topik yang mereka diskusikan. Rupanya mereka berencana mengadakan program pengabdian masyarakat di daerah Merapi sebagai bahan proposal PKM mereka.
Aku mulai bosan dengan ponselku, kini aku berganti menikmati keindahan interior masjid yang ada di hadapanku sambil mengabadikan beberapa sisinya. Aku melihat ke atas, tampak kubah masjid berbentuk limas khas arsitektur Jawa. Di bagian dalamnya terlihat ruang sholat yang luas tanpa dinding, sehingga dari luar dapat terlihat lantai atas berbentuk U yang diperuntukkan jamaah wanita. Sebuah lampu berbentuk lingkaran tergantung di atap masjid yang berhiaskan ornamen khas Islam. Di bagian dalam masjid puluhan tiang berdiri kokoh menopang lantai atas. Di bagian paling depan terlihat jelas bagian mihrab masjid kampus ini. Sebuah ruangan cekung diapit jam besar dan mimbar kayu yang berada di kedua sisi sampingnya.
Puas menikmati keindahan masjid, kini pandanganku tertuju pada sesosok wajah yang tak asing bagiku. Seorang lelaki berkacamata dan berambut ikal terlihat rapi mengenakan kemeja biru. Kak Firman?
***
Sore ini aku bertemu dengan Kak Firman secara tak terduga. Ini pertama kalinya aku melihat Kak Firman sejak enam bulan aku tinggal di Jogja. Letak Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomika dan Bisnis memang berjauhan. Di UGM antara kampus rumpun saintek dan rumpun sosio-humaniora terpisahkan oleh jalan Kaliurang. Jika tidak ada kegiatan yang sama di tingkat universitas, maka sangat wajar jika mahasiswa yang berbeda fakultas tidak pernah bertemu.
Sepertinya Kak Firman tidak banyak berubah, hanya saja terlihat semakin dewasa dengan jenggot tipisnya. Dan ternyata benar dugaanku, Kak Firman memang sudah melupakanku. Buktinya, sore tadi ia tak mengenaliku sama sekali. Ia lewat tepat di depanku, berjalan menuju sekumpulan mahasiswa yang sedang berdiskusi di selasar masjid tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. Hanya kata permisi yang keluar dari bibirnya. Mungkinkah ia tidak mengenaliku dengan penampilan baruku ini?
Aku kembali memutar memori, mengingat tujuan awalku kuliah di kampus ini. Aku berjuang untuk diterima di kampus ini hanya untuk bertemu lagi dengan Kak Firman. Ah... sepertinya tujuan awalku sudah tak penting lagi bagiku sekarang. Menguap, entah kemana.
***
Inilah diriku kini. Aku merasa terlahir menjadi Raya yang baru. Raya yang berjuang agar tak terhanyut dan tenggelam dalam samudera fatamorgana dunia. Kini aku sangat yakin Allah menyayangiku, Dia mengabulkan keinginanku, berhijrah ke Jogja untuk menggapai cintaku. Ya, aku sudah menemukannya, cinta sejatiku. Kekasih abadi yang dapat memahami setiap bait suara hati. Bukan. Bukan lagi bintang. Kini Dialah cintaku. Dan selamanya cinta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih males-malesan liqo'??? Baca nih! "Urgensi Tarbiyah"

TARBIYAH ISLAMIYAH Adakah yang tahu tarbiyah itu apaa???? Kalo lum tahu, coba kita ulas “sedikit” tentang tarbiyah ini……. Menurut Abdurrahman An-Nahlawi ada tiga akar kata untuk tarbiyah. Rabaa-yarbu yang bermakna bertambah dan berkembang. Rabiya-yarba yang bermakna tumbuh dan berkembang. Rabba-yarubbu yang bermakna memperbaiki, mengurusi, mengatur, menjaga dan memperhatikan. Bagi gerakan yang didirikan Hasan Al Banna, tarbiyah memiliki sedikitnya tiga makna. Ia berakar dari kata Rabaa, Yarbuu, tumbuh. Tarbiyah menumbuhkan seseorang dari kekanakan ruh, kekanakan akal, dan kekanankan jasad menuju kematangan dan kedewasaan. Rabiya, Yurbii, berkembang. Tarbiyah mengembangkan manusia muslim dalam kemampuan-kemampuan yang dibutuhkannya menjalani kehidupan. Yaitu sebagai abdullah dan khalifah. Rabba, Yarubbu, memberdayakan. Ia yang telah tumbuh dan berkembang, harus diarahkan untuk berdaya guna. Kita telah menjadi mutarabbi, memiliki murabbi, halaqah, jadwal liqa’

contoh makalah TIK tentang e-mail

TUGAS MAKALAH TIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS JURUSAN TARBIYAH DI SUSUN OLEH 1.        DIAH AYU HIDAYAH (1501070037) 2.        DIKI KURNIAWAN (1501070242) 3.      ABDURAHMAN IBRAHIM (1501070143 4.      BUNGA DWI PUSPITA SARI (1501070031) 5.      KHOIRUL MUNAWAROH (1501070262)      Kata Pengantar Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan dan rahmat yang diberikannya sehingga tugas makalah ini dapat kami selesaikan dengan sebaik-baiknya demi memenuhi mata kuliah TIK. Shalawat  serta  salam  selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammad Rasulullah SAW.  Yang selalu kita nanti nantikan syafaat nya di yaumil akhir kelak. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat me

Adab pergaulan ikhwan-akhwat

Adab Pergaulan Ikhwan Akhwat Akhir-akhir ini terkadang dalam pergaulan antara akhwat dan ikhwan mulai terjadi pelanggaran-pelanggaran batas-batas pergaulan. Misalnya seorang ikhwan yang berbicara sangat dekat dengan seorang akhwat, atau dua aktivis rohis yang belainan jenis kelamin sering berjalan berduaan sehingga tampak seperti orang pacaran dan bahkan ada yang mengira mereka pasangan suami istri. Hal ini tentu meresahkan kerena selain dapat merusak kinerja dakwah bahkan dapat timbul fitnah seperti di atas. Pelanggaran batas-batas pergaulan ini biasanya disebabkan karena hal-hal di bawah ini: 1. Belum mengetahui batas-batas pergaulan ikhwan dan akhwat. 2. Sudah mengetahui namun belum memahami. 3. Sudah mengetahui namun tidak mau mengamalkan. 4. Sudah mengetahui dan memahami namun tergelincir karena lalai. Dan bisa jadi kejadian itu disebabkan karena kita masih sibuk menghiasi penampilan dengan jilbab lebar warna-warni atau dengan janggut